Keberagaman yang Berdampingan dan Hidup Damai di Desa Sindang Jati
Keberagaman yang Berdampingan dan Hidup Damai di Desa Sindang Jati

EKABAR.ID – Suasana pagi di Desa Sindang Jati, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, terlihat seperti hari-hari biasa. Kabut tebal dan udara dingin menembus hingga ke pori-pori, meski jaket tebal masih menempel di badan.

Masyarakatnya yang mayoritas berprofesi sebagai petani, tampak menyusuri jalanan menembus kabut tebal, menuju ke peladangan. Sedangkan sebagian kaum hawa, sibuk di dapur menyiapkan bekal makan siang untuk diantarkan ke ladang.

Desa yang sejuk dengan panorama alamnya yang indah, tampak tenang dan damai. Mereka saling bertegur sapa, menundukkan kepala setiap kali bertemu dengan masyarakat lainnya. Sungguh pemandangan yang indah, yang jarang kita temui di zaman sekarang.

Menariknya, setiap tahun tepatnya pada tanggal 1 Suro, seluruh masyarakat berkumpul dalam satu ruangan, memanjatkan doa bersama, sesuai dengan keyakinan dan agamanya masing-masing. Masyarakat berbondong-bondong, bergiliran, datang memohon kepada Sang Pencipta, untuk keselamatan, kesejahteraan, Desa Sindang Jati khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Tanpa memandang ras, agama atau suku bangsa. Semua berbaur menjadi satu, untuk doa yang sama.

Desa Sindang Jati, Ditetapkan Sebagai Desa Pancasila

Kabut Pagi di Desa Sindang Jati saat Peringatan HUT RI ke-80
Kabut Pagi di Desa Sindang Jati saat Peringatan HUT RI ke-80

Sindang Jati, merupakan salah satu desa yang berada di lereng gunung api aktif, Gunung Kaba, persisnya di Kecamatan Sindang Kelingi, berjarak sekira 40 menit dari pusat kota Kabupaten Rejang Lebong.

Di sebelah utara, Desa Sindang Jati berbatasan dengan Desa Air Dingin. Kemudian, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Belitar Muka Sebrang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Empat Suku Menanti, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sindang Jaya.

Desa Sindang Jati memiliki luas sekira 1.300 Ha, dimana 90 persen dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian dan 14 persen pemukiman masyarakat. Suhu rata-rata mencapai 23 derajat cellcius, dengan ketinggian 900 – 1.050 di atas permukaan laut. Kondisi ini, berpengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian di Desa Sindang Jati.

Masyarakat Desa Sindang Jati berasal dari suku bangsa yang berbeda-beda. Meski mayoritas berasal dari Suku Jawa, terdapat juga penduduknya dari suku berbeda atau selain Suku Jawa. Seperti, Suku Rejang, Batak, Serawai dan sebagainya.

Berdasarkan data tahun 2024, Jumlah penduduk Desa Sindang Jati mencapai 1.561 jiwa, terdiri dari 752 jiwa laki-laki dan perempuan 809 Jiwa, dengan 504 Kepala Keluarga (KK) yang terbagi dalam tiga dusun. Mayoritas penduduk Desa Sindang Jati menganut agama Islam, mencapai 1.180 Jiwa dan 375 KK. Selebihnya, beragama Katholik sebanyak 267 Jiwa dan 92 KK, Budha 112 Jiwa dan 35 KK, serta Protestan 2 Jiwa dan 1 KK.

Meski demikian, masyarakatnya hidup rukun dan damai, mengedepankan gotong royong, serta musyawarah untuk mengambil suatu keputusan. Kearifan lokal masyarakat, sudah mereka tanamkan sejak berdirinya Desa Sindang Jati. Hal tersebut dilakukan, untuk menghindari benturan di tengah masyarakat.

“Kami sudah menanamkan nilai-nilai agama sejak adanya Desa Sindang Jati. Bahwa nilai agama yang diajarkan kepada kami, untuk saling toleransi dan mengharga antar pemeluk agama lainnya,” ujar Sekretaris Desa Sindang Jati, Fachrobin Huda.

Masyarakat Desa Sindang Jati hidup berdampingan, merawat kerukunan dengan baik. Jangan heran jika di desa ini tidak hanya terdapat tempat ibadah Umat Islam. Di sini juga bias ditemui sebuah Gereja yang cukup besar, serta Vihara tempat ibadah Umat Budha.

Uniknya, setiap ada perayaan hari besar agama, masyarakat Desa Sindang Jati seakan ikut merayakannya bersama-sama. Contohnya, di saat Hari Raya Idul Fitri, mereka saling kunjung-mengunjungi, saling bersilaturahmi, meskipun berbeda agama. Begitu pula saat perayaan Waisak dan Natal, masyarakat umat lainnya balik mengunjungi umat Budha dan Katolik. Termasuk di saat ada hajatan keluarga, masyarakat Desa Sindang Jati saling bergotong royong menyukseskan acara tersebut, tanpa memandang ras, agama dan suku bangsa.

Setiap tahun, di tanggal 1 Suro (Kalender Jawa), seluruh masyarakat berkumpul, menggelar kegiatan yang disebut bersih desa atau ruawatan. Mereka berdoa dalam satu ruangan, menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berharap, agar desanya terhindar dari balak, dan berharap selalu diberikan rezeki yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Potret nyata kerukunan umat Bergama di Desa Sindang Jati ini lantas mengundang perhatian Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D untuk melihat secara langsung desa yang berada di lereng Gunung Kaba tersebut.

Sehingga, pada tahun 2020, KH Yudian berkunjung ke Desa Sindang Jati. Ternyata benar, dia takjub dan kagum melihat masyarakat desa yang hidup rukun dan berdampingan, tanpa membeda-bedakan suku ras dan agama. Akhirnya, Desa Sindang Jati dinobatkan sebagai Desa Pancasila.

Ditetapkannya Desa Sindang Jati sebagai Desa Pancasila, berdasarkan fakta-fakta di lapangan. Walaupun di desa ini terdapat suku dan agama yang berbeda, namun masyarakatnya mampu hidup berdampingan, menjalin kerja sama, memiliki semangat gotong royong yang tinggi, serta tidak ada konflik keagamaan.

“Tahun 2020 desa kami ditetap sebagai Desa Pancasila. Tentu hal tersebut merupakan prestasi penting bagi kami, karena mendapat apresiasi langsung dari pemerintah pusat. Tentu kami berharap, kerukunan yang sudah terjalin dengan baik, bisa terus terjaga dan bisa menjadi contoh bagi desa lainnya,” imbuh Fachrobin.

Moderasi Kerukunan Umat Beragama

Tidak hanya menarik perhatian Kepala BPIP, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, harmonisasi antar umat bergama di Desa Sindang Jati juga mendapat perhatian Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pada tahun 2020, Kepala PKUB Kemenag RI, Nifasri mengunjung Desa Sindang Jati untuk bersilaturahmi dan bertatap muka dengan pemuka adat dan tokoh agama di desa tersebut. Dalam kunjungannya, Nifasri mengaku kagum melihat masyarakatnya Desa Sindang Jati yang hidup rukun tanpa memandang perbedaan suku, etnik, dan agama. Saling hormat menghormati, saling membantu satu sama lainnya. Apalagi setelah melihat jika di desa tersebut terdapat beberapa rumah ibadah, ada Masjid, Vihara dan Gereja sebagai simbol kerukunan yang nyata.

“Dari pertemuan PKUB dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat Desa Sindang Jati tahun 2020 lalu, akhirnya disepakati penandatanganan Prasasti Desa Sindang Jati sebagai kawasan moderasi dan kerukunan umat beragama oleh Bupati Rejang Lebong, Rektor IAIN Curup dan Plt. Sekjen Kementerian Agama RI,” jelas Fachrobin dengan ekspresi bangga.

Polri Bersinergi dengan Komunitas dan Ormas Keagamaan

Sinergi TNI dan Polri serta Ormas Keagamaan dalam Menjaga Kerukunan
Sinergi TNI dan Polri serta Ormas Keagamaan dalam Menjaga Kerukunan

Polri memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan umat beragama, terutama dalam hal pencegahan terjadinya konflik antar masyarakat. Polri melalui Polsek Sindang Kelingi, terus melakukan berbagai program dan kegiatan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang damai, saling menghormati antar umat beragama, khususnya di Kecamatan Sindang Kelingi.

Kapolsek Sindang Kelingi, IPTU M. Dodi Mardiansyah, SH mengatakan, beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh Polsek Sindang Kelingi dan jajaran seperti melakukan gotong royong membersihkan rumah ibadah, dengan melibatkan seluruh masyarakat lintas agama. Hal tersebut sebagai upaya untuk menanamkan rasa kepedulian dan saling menghargai antar umat beragama.

Kemudian, setiap perayaan hari besar besar agama, Polsek Sindang Kelingi bersinergi dengan masyarakat, menjaga keamanan setiap rumah ibadah. Dengan cara tersebut, tercipta rasa kepedulian dan rasa saling menghormati antar umat beragama.

“Setiap hari besar-besar agama, kami dari Polsek Sindang Kelingi diinstruksikan untuk menurunkan personel menjaga keamanan di rumah ibadah, dengan melibatkan masyarakat. Hal tersebut untuk menciptakan rasa kepedulian kepada sesama,” tutur IPTU Dodi.

Tidak hanya itu, Polsek Sindang Kelingi juga kerap mengadakan dialog antar umat beragama, dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat. Dialog tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan sejak dini, terhadap potensi-potensi terjadinya konflik.

“Dialog tersebut, tidak hanya memperkuat hubungan antar umat beragama, tetapi juga membantu mengurangi prasangka dan stereotip yang sering muncul di tengah masyarakat,” jelas IPTU Dodi.

Sosialisasi dan Edukasi tentang Toleransi Beragama

Polsek Sindang Kelingi Selalu Hadir dalam Menjaga Toleransi Beragama
Polsek Sindang Kelingi Selalu Hadir dalam Menjaga Toleransi Beragama

Bukan hanya kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat, Polsek Sindang Kelingi juga berperan aktif mengadakan penyuluhan dan edukasi akan pentingnya toleransi antar umat beragama kepada pelajar. Biasanya, personel Polsek Sindang Kelingi langsung turun ke sekolah-sekolah dan komunitas-komunitas remaja, menanamkan pemahaman akan nilai-nilai keberagaman.

Dengan cara tersebut, diharapkan generasi muda sebagai generasi penerus bisa menjadi individu yang toleran dan mampu menghargai antar pemeluk agama. Serta dapat menyebarkan nilai-nilai keberagaman kepada teman-teman sebaya.

“Kita juga melakukan penyuluhan dan edukasi kepada remaja, dengan cara mendatangi sekolah-sekolah dan kelompok remaja. Memberikan pemahaman akan nilai-nilai keberagaman. Kita berharap, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang lebih toleran dan menghargai antar sesama,” tutur IPTU Dodi di sela-sela kesibukannya.

IPTU Dodi juga menjelaskan, bahwa sinergisitas dengan organisasi dan kelompok keagamaan menjadi bagian penting dalam menjaga kerukunan. Dengan membangun kemitraan, dia mengaku bisa lebih memahami dinamika sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Sehingga, pencegahan terjadinya konflik bisa diantisipasi sejak dini.

“Berbagai program kegiatan yang kami lakukan tersebut, selain dapat mempererat hubungan silaturahmi, juga untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Bukan hanya pencegahan terjadinya konflik agama, tetapi bisa lebih luas dalam hal menjaga ketertiban dan keamanan ligkungan masing-masing. Serta rasa kepedulian terhadap sesama,” pungkasnya.

Polri memiliki peran yang krusial dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Melalui kolobarasi dan sinergisitas dengan berbagai elemen masyarakat, diharapkan bukan hanya terciptanya keamanan lingkungan dan kesadaran hukum, tetapi juga dapat menciptakan ketentraman dan kerukunan antar umat beragama.***

Penulis: Widodo Waluyo