
Chandra Buana1, Almaini2, Meigo Anugrah Jaya3, Sridiany4
1,2,3Prodi Keperawatan Curup Poltekkes Kemnkes Bengkulu
4Dinas Kesehatan Rejang Lebong
Chandrabagus1971@gmail.com
Abstrak
Latar Belakang : Pasien stroke akan mengalami keterbatasan mobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk melakukan rentang gerak dengan sendirinya. Keterbatasan ini dapat di identifikasi pada klien yang salah satu ekstremitasnya memiliki keterbatasan gerak atau bahkan mengalami imobilisasi seluruhnya. Pemberian terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka kemungkinan besar pengembalian fungsi akibat imobilisasi bisa dicegah dan kecacatan juga dapat dihindari sehingga tidak bergantung lagi pada orang lain. Salah satu rehabilitasi tersebut yaitu latihan rentang gerak atau (ROM). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke. Metode: Penelitian ini menggunakan jenis metode Pre-Experimental dengan one group pre test – post test. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita stroke di Kabupaten Lebong sebanyak 44 orang. Sampel penelitian menggunakan acciedental sampling dan tidak ada pemaksaan dalam penetapan sample. Berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi maka sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 44 orang. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa nilai signifikan kekuatan otot sebelum dan sesudah diberikannya intervensi Range Of Motion (ROM) sebesar 0.000. Hal ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot. Kesimpulan: Dari hasil penelitian diatas bisa disimpulkan bahwa latihan ROM dapat berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pada penderita stroke. Dapat dilihat dari hasil penelitian ini bahwa nilai signifikan kekuatan otot sebelum dan sesudah pemberian intervensi Range Of Motion (ROM) dengan nilai 0.000. dari uraian di atas membuktikan bahwa Range Of Motion (ROM) berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke.
Kata kunci : ROM Exercise, Kekuatan Otot, Stroke
Pendahuluan
Cerebro Vaskuler Accident (CVA) atau disebut juga dengan istilah stroke. Stroke merupakan suatu keadaan ketika pasokan darah ke suatu bagian otak secara tiba-tiba terganggu karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak (1). Stroke termasuk ke dalam salah satu penyakit yang meninggalkan dampak berupa kecacatan. Memperkirakan sepertiga dari jumlah penderita stroke di dunia mengalami kecacatan yang permanen. Stroke terjadi ketika pembuluh darah otak gagal menyuplai oksigen ke sel otak. Jika sel otak tidak menerima nutrisi dan oksigen dari darah, maka terjadilah kerusakan pada sel otak sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (2).
Gejala stroke biasanya muncul secara tiba-tiba dengan adanya kehilangan kekuatan pada salah satu sisi tubuh, perubahan kesadaran , bicara tidak jelas (pelo), gangguan pada penglihatan, sulit berjalan, sakit kepala, dan hilangnya keseimbangan(2). Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik yang mengakibatkan hemiparesis, hemiplegia, serta ataksia. Akibat adanya gangguan motorik pada otak, maka otot akan di istirahatkan sehingga menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang kaku tersebut dapat mengalami keterbatasan gerak pada pasien stroke (3).
Pasien stroke akan mengalami keterbatasan mobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk melakukan rentang gerak dengan sendirinya. Keterbatasan ini dapat di identifikasi pada klien yang salah satu ekstremitasnya memiliki keterbatasan gerak atau bahkan mengalami imobilisasi seluruhnya. Latihan rentang gerak terdapat dua bagian yaitu rentang gerak aktif (klien mampu menggerakkan seluruh sendinya dengan rentang gerak tanpa diberi bantuan), sedangkan rentang gerak pasif (klien tidak mampu menggerakkan seluruh anggota sendi secara mandiri sehingga perawat membantu pergerakkannya) (4). Stroke dapat menimbulkan efek samping, contohnya seperti depresi, klien cenderung berubah jadi murung, putus asa, sedih, dan kecewa. Jika kesedihan itu terus berlanjut dan tidak menjalani rehabilitasi maka kondisi pasien akan semakin memburuk. Pemberian terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka kemungkinan besar pengembalian fungsi akibat imobilisasi bisa dicegah dan kecacatan juga dapat dihindari sehingga tidak bergantung lagi pada orang lain (5). Salah satu rehabilitasi tersebut yaitu latihan rentang gerak atau (ROM).
Range Of Motion (ROM) merupakan latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan menggerakkan persendian dengan sempurna secara normal dan lengkap untuk meningkatkan kekuatan otot juga tonus otot. Dalam pemberian latihan ROM ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kekuatan otot diantaranya yaitu usia, jenis kelamin, dan frekuensi serangan (6). Latihan ROM adalah salah satu bentuk proses rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada penderita stroke. Latihan ini juga merupakan salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk menentukan keberhasilan regimen terapeutik dalam pencegahan terjadinya kecacatan permanen pada penderita stroke setelah melakukan perawatan di rumah sakit sehingga dapat membantu penurunan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga serta meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita (7). Latiham ROM pada penderita stroke dapat dilakukan 2 kali dalam sehari untuk mencegah terjadinya komplikasi, semakin dini proses rehabilitasi di mulai, maka semakin kecil kemungkinan penderita mengalami defisit kemampuan. Penelitian menunjukan bahwa latihan ROM dapat meningkatkan fleksibilitas dan rentang gerak sendi. Latihan ROM bisa dilakukan selama 1 minggu dan 2 minggu, 1 hari 2 kali yaitu pagi dan sore selama 10-15 menit, maka memiliki kesempatan untuk mengalami penyembuhan dengan baik (8).
Berdasarkan penelitian oleh Herin Mawarti dan Farid mengenai Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke pada tahun 2013, terbukti adanya pengaruh yang signifikan dari Latihan ROM pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke (9). Penerapan range of motion pada pasien yang mengalami stroke dapat dilakukan untuk meningkatkan skala kukuatan otot pasien stroke, hal ini dibuktikan dari meningkatnya skala kekuatan otot pasien stroke setelah dilakukan tindakan ROM.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke.
Metode
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif, memakai desain penelitian Pre Experimental dengan pendekatan one group pre test – post test. Serta menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (independen) berupa ROM dan variabel terikat (dependen) berupa peningkatan otot. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penderita stroke sebanyak 44 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik “acciedental sampling” yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu. Berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi maka sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 44 orang. Penelitian ini terdapat satu kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan diberikan intervensi berupa latihan ROM menggunakan data primer atau data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yaitu dengan cara mengukur kekuatan otot responden.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Kekuatan otot responden sebelum dan setelah latihan ROM.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kekuatan otot sebelum dan setelah dilakukan perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel.1 Deskripsi kekuatan otot responden sebelum diberikan intervensi ROM
Tabel 1 diatas menunjukan bahwa tingkat kekuatan otot responden pada level 1 sebanyak 22.7%, kemudian tingkat kekuatan otot pada level 2 sebanyak 34.1%, tingkat kekuatan otot pada level 3 sebanyak 27.3%, kemudian tingkat kekuatan otot pada level 4 sebanyak 15.9%. Selanjutnya setelah diberikan perlakuan, maka diperoleh deskripsi kekuatan otot pada level 1 sebanyak 2.3%, kemudian pda level 2 sebanyak 25%, pada level 3 sebanyak 36.4%, pada level 4 sebanyak 34.1%, dan pada level 5 sebanyak 2.3%.
Kemudian berdasarkan hasil statistik deskripsi kekuatan otot sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel.2 Deskripsi kekuatan otot responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi ROM
Berdasarkan tabel.2 diatas diketahui bahwa rata-rata kekuatan otot responden sebelum ROM sebesar 2.36 dan meningkat menjadi 3.09 setelah pemberian ROM. Hasil diatas menunjukan bahwa ada peningkatan rata-rata kekuatan otot setelah pemberian ROM.
2. Perbedaan mean kekuatan otot sebelum dan setelah latihan ROM
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan perbedaan mean dan uji wilcoxon dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel.3 hasil analisis kekuatan otot berdasarkan mean
Berdasarkan tabel 3. diketahui bahwa rata-rata kekuatan otot sebesar 16.00. Kemudian berdasarkan Uji Wilcoxon sebelum dan sesudah pemberian ROM dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4 hasil analisis kekuatan otot menggunakan uji wilcoxon
Berdasarkan tabel.4 diketahui bahwa nilai signifikan kekuatan otot sebelum dan sesudah pemberian ROM sebesar 0.000. Hal ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki lebih beresiko mengelami stroke dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:2. Stroke iskemik lebih sering dialami oleh laki-laki, sedangkan stroke hemoragi sering dialami oleh wanita dan kematian dua kali lipat dibanding laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menderita stroke adalah laki-laki, dikarenakan dari kebiasaan pola hidup tidak sehat diantaranya merokok dan mengonsumsi alkohol (10).
Range Of Motion adalah pergerakan persendian sesuai dengan gerakan yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot baik secara pasif maupun aktif. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke mengalami peningkatan skala kekuatan otot setelah diberikan intervensi ROM (11). Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pada responden. Hal ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot. Maharani (2008) menyatakan bahwa Range Of Motion bila dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari dalam enam hari dengan waktu 10-15 menit dalam sekali latihan dapat berpengaruh terhadap rentang gerak responden (12). Media latihan dapat menggunakan leaflet, poster atau modul yang dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman pasien terhadap materi latihan yang diberikan (13).
Penurunan fleksibitas pada pasien stroke terjadi karena pada persendian, jaringan ikat dan tulang mengalami degenerasi sehingga elastisitas jaringan ikat dan tulang rawan berkurang. Perubahan elastisitas serabut otot juga mempengaruhi fleksibilitas, dimana jaringan ikat di dalam serabut otot yang bertambah (14). Semua lanisa akan memiliki keterbatasan rentang gerak dan sebagian besar mempunyai penyakit penyerta seperti arthritis dan gout yang akan berhubungan dengan penurunan kemampuan rentang gerak pada lansia, sehingga keluhan yang keluhan yang sering muncul dari lansia adalah nyeri dan keterbatasan gerak, sehingga akhirnya hal tersebut menimbulkan perubahan dalam rentang gerak sendi yang normal (12).
Secara teori, apabila otot-otot termasuk otot ekstremitas bawah tidak dilatih terutama pada klien yang mengalami gangguan fungsi motorik kasar dalam jangka waktu tertentu maka otot akan kehilangan fungsi motoriknya secara permanen. Hal ini terjadi karena otot cenderung dalam keadaan immobilisasi (15). Keterbatasan immobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan masa otot, atrofi dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Immobilisasi dapat mempengaruhi fungsi otot dan skeletal. Akibat pemecahan protein pada otot, klien mengalami kehilangan masa tubuh yang membentuk sebagian otot (16).
Stroke dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan di semua kelompok otot dari semua bagian tubuh. Tetapi otot-otot muka, tangan, lengan, kaki dan tungkai pada satu sisi tubuh lebih sering terkena (hemiparesis). Kelumpuhan atau kelemahan sisi tubuh bagian kanan biasanya disebabkan karena kegagalan fungsi otak kiri, baik karena stroke sumbatan atau stroke perdarahan. Sebaliknya, jika terjadi kegagalan fungsi otak kanan, maka bagian sisi tubuh kiri akan menderita kelumpuhan (17). Sebagai upaya rehabilitasi untuk meminimalisir kecacatan maka pada pasien pasca stroke maka dilakukan intervensi untuk penyembuhan selain terapi medikasi atau obat-obatan yaitu dilakukan fisioterapi/latihan seperti; latihan beban, latihan keseimbangan, latihan resistansi, hydroteraphy, dan latihan rentang gerak/Range Of Motion (ROM). Diantara latihan tersebut latihan ROM merupakan latihan yang sering dilakukan pada pasien stroke dalam proses rehabilitasi yang dilakukan baik aktif maupun pasif dan memungkinkan dilakukan di Rumah Sakit maupun di Puskesmas (18).
Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa latihan ROM dapat mempengaruhi peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai signifikan kekuatan otot sebelum dan sesudah ROM adalah 0,000. Hal ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke.
Saran
Pasien disarankan untuk lebih aktif melakukan aktivitas fisik agar tidak terjadi penurunan kekuatan otot. Diharapkan keluarga selalu memotivasi pasien untuk terus melakukan ROM secara teratur dan mandiri.
Daftar Pustaka
1. paulus sugianto. Patofisiologi Iskemik_compressed.pdf. 2020.
2. Wijaya AK. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. E-Jurnal Med Udayana [Internet]. 2013;2(10):1–14. Available from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/6694
3. Irsan, Sumyati Y, Amanda DS. Pengaruh Range of Motion Untuk Peningkatan Kekuatan Otot Pada Penderita Pasca Stroke. J Med Hutama [Internet]. 2023;4(02 Januari):3396–401. Available from: https://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/651
4. Wati S, Febriana S, Hayati K, Hijriana I. the Effect of Passive Range of Motion (Rom) on Improvement of Muscle Strength in Patients Stroke At the Grandmed Hospital Lubuk Pakam in 2023. J Kesmas Dan Gizi. 2023;6(1):161–5.
5. Zahratul. Pengaruh Latihan Rom Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rsudza Banda Aceh. Idea Nurs J. 2019;5(3):25–34.
6. Ridha MR, Putri ME. Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah pada Lansia Dengan Osteoarthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Koni Kota Jambi. J Akad Baiturrahim. 2015;4(2):45–52.
7. Suwito A, Sary N. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Aktif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Bawah Lansia. REAL Nurs J. 2019;2(3):118.
8. Nurdini. R. & Husada. A. K. B. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap Tingkat Kemandirian Pasien Stroke Non Hemoragik (SNH) Stadium Recovery di RSUD dr. Chasbullah AM Kota Bekasi. J Kesehat Bhakti Husada,. 2017;3(2), 48–5.
9. Sarah U, Bambang S, Bm Wara K. Pengaruh Latihan Range of Motion (Rom) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia Di Panti Wreda Wening Wardoyo Ungaran. Pengaruh Latih ROM Media Ners. 2007;1(2):49.
10. Wulan ES, Wahyuni S. Pengaruh Range Of Motion (Rom) Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. J Profesi Keperawatan. 2022;9(2):62–79.
11. Miyani U, Arifiyanto D. The Effect of Range Of Motion (Rom) Exercises in the Lower Extremities on Muscle Strength in Stroke Patients in the Karangdadap Health Center Work Area. 2023;1681.
12. Maharani DC. Pengaruh Latihan Fisik Gerak Sendi (ROM) Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia (Middle Age). 2008; Available from: https://repository.unair.ac.id/121436/
13. Buana C, Bakara DM, Haryani S, Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu P, Kesehatan Rejang Lebong D, Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta PI. IMPLEMENTASI HEALTH BELIEVE MODEL (HBM) DALAM MEDIA POSTER DAN KALENDER TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN KOMPLIKASI DM DI KAB. REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU TAHUN 2021 IMPLEMENTATION OF HEALTH BELIEF MODEL (HBM) IN POSTER AND CALENDAR MEDIA ON BEHAVIOR TO P. 2021.
14. Setyorini A, Setyaningrum N. Pengaruh Latihan Range of Motion (Rom) Aktif Assitif Terhadap Rentang Gerak Sendi Pada Lansia Yang Mengalami Immobilisasi Fisik. Surya Med J Ilm Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehat Masy. 2019;13(2):77–84.
15. Fitrah N, Karmila. PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP KEAKTIFAN FISIK LANSIA DI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA (LKS-LU) PANGESTI LAWANG. 37th Eur Photovolt Sol Energy Conf. 2020;16(1):90.
16. Sangging A. PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA LANSIA BEDREST DI PSTW BUDHI MULIA 3 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN. Block Caving – A Viable Altern. 2017;21(1):1–9.
17. Andriani D, Fitria Nigusyanti A, Nalaratih A, Yuliawati D, Afifah F, Fauzanillah F, et al. Pengaruh Range of Motion (ROM) Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Indogenius. 2022;1(1):34–41.
18. Indahningrum R putri, lia dwi jayanti. PENGARUH LATIHAN ROM DENGAN PENDEKATAN BILATERAL TRAINING TERHADAP KEKUATAN OTOT PASIEN HEMIPARESE AKIBAT STROKE DI RSU dr. HARYOTO LUMAJANG NELVIA. 2020;2507(1):1–9. Available from: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203